Judul Buku :
Pelukis S.Sudjojono
Penulis : Ajip Rosidi
Negara : Indonesia
Bahasa : Indonesia
Genre : Biografi
hal : 50 halaman
Penerbit : Pustaka Jaya
Tahun : 2000
ISBN : 979-419-270-8
Penulis : Ajip Rosidi
Negara : Indonesia
Bahasa : Indonesia
Genre : Biografi
hal : 50 halaman
Penerbit : Pustaka Jaya
Tahun : 2000
ISBN : 979-419-270-8
Sinopsis
Sindudarsono Sudjojono atau yang lebih kenal sebagai Pak
Djon dilahirkan di Kisaran, Tebing
Tinggi, Sumatra Utara 14 Desember 1913. lahir dari keluarga transmigran asal
Pulau Jawa, Pak Sindu Darmo dan Istrinya yang merupakan buruh perkebunan di
Kisaran. Sudjojono bersekolah di HIS Boedi Oetomo di Tebing Tinggi. Karena
kecerdasannya ia di angkat menjadi anak oleh gurunya yaitu Pak Yudhakusuma.
Yudhokusumo, kemudian membawanya ke Jakarta tahun 1925 saat itu ia sdang duduk di kelas VI.
Sudjojono kemuadian melanjutkan sekolahnya di HIS Arjuna pertama di Petojo Yudhakusuma yang juga mengajar di sekolah itu adalah orang yang memupuk kegemarannya menggambar. Tahun1928 Sudjojono tamat HIS. Ia melanjutkan Sekolah Guru, yaitu HIK Gunungsari di Lembang, Bandung. Di asrama sekolah itu Sudjojono mendapatkan nomor Induk 101. Ia memberikan kode SS-101 pada barang-barangnya kode 101 inilah yang ia pakai erus dalam lukisan-lukisannya. Tapi saying, setelah kelas III Sudjojono dikeluarkan oleh HIK. Ia kembali ke Jakarta belajar kursus montir sebelum belajar melukis pada RM Pirngadie selama beberapa bulan.
Yudhokusumo, kemudian membawanya ke Jakarta tahun 1925 saat itu ia sdang duduk di kelas VI.
Sudjojono kemuadian melanjutkan sekolahnya di HIS Arjuna pertama di Petojo Yudhakusuma yang juga mengajar di sekolah itu adalah orang yang memupuk kegemarannya menggambar. Tahun1928 Sudjojono tamat HIS. Ia melanjutkan Sekolah Guru, yaitu HIK Gunungsari di Lembang, Bandung. Di asrama sekolah itu Sudjojono mendapatkan nomor Induk 101. Ia memberikan kode SS-101 pada barang-barangnya kode 101 inilah yang ia pakai erus dalam lukisan-lukisannya. Tapi saying, setelah kelas III Sudjojono dikeluarkan oleh HIK. Ia kembali ke Jakarta belajar kursus montir sebelum belajar melukis pada RM Pirngadie selama beberapa bulan.
Namun, Sudjojono yang berbakat melukis dan banyak membaca tentang seni lukis modern Eropa, itu akhirnya lebih memilih jalan hidup sebagai pelukis. Pada tahun 1937, dia pun ikut pameran bersama pelukis Eropa di Kunstkring, Jakarta. Keikutsertaannya pada pameran itu, sebagai awal yang memopulerkan namanya sebagai pelukis. bersama sejumlah pelukis, ia mendirikan Persagi (Persatuan Ahli-ahli Gambar Indonesia), 1937. Sebuah serikat yang kemudian dianggap sebagai awal seni rupa modern Indonesia. Dia sempat menjadi sekretaris dan juru bicara Persagi.Selain itu ia juga seorang kritikus seni, Sudjojono menulis kritik tentang pameran koleksi Regnault, dengan demikian, Sudjojono merupakan orang pertama di Indonesia yang menulis kritik seni lukis dalam bahasa Indonesia. Ia memberikan pujian atau makian kepada lukisan-lukisan yang dipamerkan. Tidak hanya dalam bidang seni lukis, ia juga menulis kritik dalam bidang seni lainnya.
Lukisannya punya ciri khas kasar, tidak naturalistik,
goresan dan sapuan bagai dituang begitu saja ke kanvas. Dalam
lukisan-lukisannya yang Nampak bukanlah alam yang disajikan dengan halus
cermat, kecermatan tidaklah dijadikan tujuan, melainkan sebagai bakal untuk
mengekspresikan kebenaran yang lebih tinggi. Objek lukisannya lebih menonjol
pada pemandangan alam, sosok manusia, serta suasana. Pemilihan objek itu lebih
didasari hubungan batin, cinta, dan simpati sehingga tampak bersahaja.
Lukisannya yang monumental antara lain berjudul: Di Depan Kelambu Terbuka, Cap
Go Meh, Pengungsi Seko, dan Saya Bukan Anjing yang merupakan salah satu
lukisannya yang terkuat.
Sudjojono juga aktif dalam organisasi, Ketika Jepang datang
dan memasuki kegiatan kesenian di Indonesia Sudjojono diminta duduk membantu
Bung Karno dalam organisasi POETERA. Setelah keluar dari POETERA, ia masuk
Keimin Bunka Shidosho, ia mendapat tugas untuk memimpin bagian seni lukis.
Setelah Republik Indonesia Di proklamasikan Sudjojono bergabung dengan Angkatan
Pemuda Indonesia (API) bersama kawan-kawan seniman ia membentuk bagian kesenian
yang aktif mengadakan kegiatan penerangan kepada rakyat tentang cita-cita
nasional, dan tentang proklamasi kemerdekaan. Ketika pemerintahan RI hijrah ke
Yogyakarta, sudjono pun meninggalakan Jakarta. Ia mula-mula bergabung dengan
Front Krawang Cikampek, lalu pergi ke Madiun membentuk Seniman Indonesia Muda
bersama Trisno Sumardjo, Kusbini, dll. Mereka menerbitkan sebuah majalah yang
berjudul seniman, yang banyak memuat karangan tentang kesenian.Sudjojono juga
pernah menerbitkan sebuah buku berjudul seni,
seniman, dan senilukis (1946).
Setelah selesai perang kemerdekaan Sudjojono menyatakan
bahwa seni lukis Indonesia itu haruslah
merupakan seni lukis dengan gaya realisme. Sudjojono yang semula bukanlah
seorang pelukis dengan gaya realisme namun ekspresionisme. Perubahan pandangan
ini menuai kontroversi di kalangan seniman. Para pengeritiknya berpendapat
bahwa Sudjojono menggabungkan pandangan politik dengan pandangan seni. Hal ini semakin di sokong oleh sudjojono
setelah ia secara terang-terangan menjelang pemilihan umum yang yang pertama
awal tahun 1950-an masuk kedalam Partai
Komunis Indonesia (PKI) dan mencalonkan diri menjadi menjadi anggota DPR dan
terpilih. Namun pada 1957, ia membelot.
Salah satu alasannya, bahwa buat dia eksistensi Tuhan itu positif, sedangkan
PKI belum bisa memberikan jawaban positif atas hal itu. Di samping ada alasan lain yang tidak
diungkapkannya yang juga diduga menjadi penyebab Sudjojono menceraikan istri
pertamanya, Mia Bustam. Lalu dia menikah lagi dengan
penyanyi Seriosa, Rose Pandanwangi. Dengan begitu berakhirlah peranan sujojono si seniman sebagai orang politik, ia kembali menekuni kehidupan seni Nama isterinya ini lalu diabadikannya dalam nama Sanggar Pandanwangi. Dari pernikahannya dia dianugerahi 14 anak.
penyanyi Seriosa, Rose Pandanwangi. Dengan begitu berakhirlah peranan sujojono si seniman sebagai orang politik, ia kembali menekuni kehidupan seni Nama isterinya ini lalu diabadikannya dalam nama Sanggar Pandanwangi. Dari pernikahannya dia dianugerahi 14 anak.
Kelebihan / keistimewaan tokoh:
·
Sudjojono merupakan seorang seniman yang ikut
berperan serta secara fisik dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Bukan
saja dengan memanfaatkan bakat dan kepandaiannya dalam bidang seni. Tetapi juga
membantu para tentara sebagai penghubung.
·
Dia pionir yang mengembangkan seni lukis modern
khas Indonesia, dan, dijuluki Bapak Seni Lukis Indonesia Baru